Hujan turun deras di suatu senja. Seorang pria berusia setengah abad berbadan tegap duduk terpaku menatap tetes-tetes hujan yang mengetuk jendela apartemennya. Di luar sana awan gelap membentang di langit, segelap suasana hati pria tua itu. Kegelapan yang telah menyelimutinya selama ini.
Pikirannya menerawang, menjelajahi dimensi-dimensi waktu. Terbayang masa kecilnya yang berat. Adalah Jay Abrahm yang terlahir dalam keluarga yang hidup pas-pasan, tinmggal di rumah bobrok yang setiap hari melantunkan musik pertengkaran rumah tangga. Sejauh mata memandang, hanya terlihat sudut-sudut kumuh yang terbentang di salah satu sisi di pinggiran kota. Jay menghabiskan masa kecilnya di lingkungan yang sangat keras.
Beranjak remaja, Jay melakoni hidup yang penuh baku hantam. Street fight telah menjadi makanannya. Hari-harinya diwarnai cipratan darah, suara tulang patah, dan teriakan kesakitan. “Bertarung untuk bertahan hidup” demikian semboyannya. Jay mempelajari berbagai jenis beladiri yang dikombinasikan dengan tehnik bertarung jalanan nya sehingga memenangkan hampir setiap pertarungan. Namanya mulai terkenal di lingkungan itu dan ia mulai disegani.
Nama Jay terdengar sampai telinga seorang Manager profesional yang telah memanageri banyak petarung-petarung ternama. Di usia 20-an, Jay mulai memasuki dunia pertarungan profesional. Mengantongi lima sabuk hitam dari lima aliran beladiri serta pengalaman dalam ratusan pertarungan jalanan, Jay tidak sulit melibas lawan-lawannya. Namanya pun meroket dengan cepat. Honornya pun semakin melejit.
Ketenaran Jay bagaikan magnet yang menarik berbagai tawaran iklan. Belum lagi T-shirt berlogo dirinya serta berbagai merchandise lainnya. Bahkan dirinya sering muncul di iklan “Reg (spasi) FIGHT” di televisi. Intinya, sekarang Jay menjadi seorang yang kaya raya. Kemudian ia menikah dan mempunyai seorang putra. Lengkaplah sudah kebahagiaan Jay.
Suatu hari, Jay sedang mengendarai mobil bersama istri dan anaknya. Bahagia rasanya. Sudah lama mereka tidak jalan-jalan bersama karena kesibukan Jay. Di tengah kebahagiaan itu, tiba-tiba sebuah mobil menyerempet mobil mewah Jay. Segerombolan anak muda yang menyetir ugal-ugalan. Kaca spion nya patah.
Ego nya sebagai seorang petarung terbakar. Adrenalin memuncak. Kata-kata istrinya yang menyuruhnya mengalah tidak dihiraukan. Ia bersumpah akan menghancurkan penabrak itu.
Setelah kejar-kejaran beberapa saat, Jay berhasil menyalib mobil penabrak itu. Perkelahian pun tidak terelakkan. Satu per satu pemuda-pemuda berandal itu tumbang. Salah satu pemuda mencabut pistol. Dengan tehnik gun disarm nya, Jay berusaha merebut pistol. “Dor!” Suara letusan pistol diiringi pekik tangis istri Jay. Peluru menembus kaca mobil dan merenggut nyawa satu-satunya putra kesayangan mereka. Enam bulan kemudian,istrinya yang depresi pun bunuh diri. Hilang sudah kebahagiaan Jay.
20 tahun telah berlalu sejak hari itu. Memang karir Jay sebagai petarung profesional tetap cemerlang. Bahkan di hari-hari pensiunnya, Jay telah menjalankan beberapa usaha.
Walaupun demikian, sejak hari itu, Jay tidak lagi mengenal kata bahagia dalam hidupnya. Semua harta itu terasa hambar. Ia selalu dilingkupi kegelapan pekat.
“Seandainya aku bisa menahan ego ku”
“Seandainya aku menuruti saran istriku”
“Seandainya aku bisa merelakan kaca spionku…Bahkan aku bisa membeli 10 mobil seperti itu”
“Seandainya waktu bisa diputar kembali”
“Seandainya malam itu aku tidak lewat sana”
“Seandainya nyawaku bisa ditukar dengan nyawa anakku”
Serentetan kata negatif terus membombardir pikirannya. Menciptakan selubung gelap yang mengikatnya. Bayangan hitam yang telah menghantuinya selama 20 tahun.
Kembali ke masa kini, Jay masih duduk diam, larut dalam pikirannya.
“Tidak, aku tidak boleh begini terus. Cukup sudah penyesalanku. Menyalahkan diri sendiri tidak akan menghidupkan kembali anak dan istriku. Sebagai orang biasa wajar aku berbuat salah.Yang penting sekarang aku berani meninggalkan jejak yang lama. Membuka lembaran baru. Melangkah menuju cahaya. Sekarang saatnya aku memaafkan diriku. Aku memaafkan diriku dengan sepenuh hati. Aku…memaafkan diriku…dengan sepenuh hati. “
Entah dari mana, tiba-tiba Jay mendapat sebuah ilham cemerlang. Gagasan yang menghancurkan segala kegelapan yang telah menyelimutinya selama 20 tahun. Beberapa waktu kemudian, Jay menyisihkan sebagian kekayaannya membangun yayasan sosial untuk anak yatim piatu. Yayasan itu sekarang telah memiliki cabang di berbagai negara.
Cerita tersebut adalah cerita fiktif. Namun dalam hidup ini, kita sering menyalahkan dan menghukum diri sendiri atas kesalahan yang pernah kita lakukan. Hidup adalah pilihan. Kita bisa memilih untuk terbenam dalam rasa bersalah seumur hidup, atau belajar memaafkan diri sendiri. Ketika anda bisa belajar memaafkan diri sendiri, rasanya akan begitu lega…dan bahagia :)
“Sebagai orang biasa wajar aku berbuat salah. Yang penting sekarang aku berani meninggalkan jejak yang lama. Membuka lembaran baru. Melangkah menuju cahaya”
Pikirannya menerawang, menjelajahi dimensi-dimensi waktu. Terbayang masa kecilnya yang berat. Adalah Jay Abrahm yang terlahir dalam keluarga yang hidup pas-pasan, tinmggal di rumah bobrok yang setiap hari melantunkan musik pertengkaran rumah tangga. Sejauh mata memandang, hanya terlihat sudut-sudut kumuh yang terbentang di salah satu sisi di pinggiran kota. Jay menghabiskan masa kecilnya di lingkungan yang sangat keras.
Beranjak remaja, Jay melakoni hidup yang penuh baku hantam. Street fight telah menjadi makanannya. Hari-harinya diwarnai cipratan darah, suara tulang patah, dan teriakan kesakitan. “Bertarung untuk bertahan hidup” demikian semboyannya. Jay mempelajari berbagai jenis beladiri yang dikombinasikan dengan tehnik bertarung jalanan nya sehingga memenangkan hampir setiap pertarungan. Namanya mulai terkenal di lingkungan itu dan ia mulai disegani.
Nama Jay terdengar sampai telinga seorang Manager profesional yang telah memanageri banyak petarung-petarung ternama. Di usia 20-an, Jay mulai memasuki dunia pertarungan profesional. Mengantongi lima sabuk hitam dari lima aliran beladiri serta pengalaman dalam ratusan pertarungan jalanan, Jay tidak sulit melibas lawan-lawannya. Namanya pun meroket dengan cepat. Honornya pun semakin melejit.
Ketenaran Jay bagaikan magnet yang menarik berbagai tawaran iklan. Belum lagi T-shirt berlogo dirinya serta berbagai merchandise lainnya. Bahkan dirinya sering muncul di iklan “Reg (spasi) FIGHT” di televisi. Intinya, sekarang Jay menjadi seorang yang kaya raya. Kemudian ia menikah dan mempunyai seorang putra. Lengkaplah sudah kebahagiaan Jay.
Suatu hari, Jay sedang mengendarai mobil bersama istri dan anaknya. Bahagia rasanya. Sudah lama mereka tidak jalan-jalan bersama karena kesibukan Jay. Di tengah kebahagiaan itu, tiba-tiba sebuah mobil menyerempet mobil mewah Jay. Segerombolan anak muda yang menyetir ugal-ugalan. Kaca spion nya patah.
Ego nya sebagai seorang petarung terbakar. Adrenalin memuncak. Kata-kata istrinya yang menyuruhnya mengalah tidak dihiraukan. Ia bersumpah akan menghancurkan penabrak itu.
Setelah kejar-kejaran beberapa saat, Jay berhasil menyalib mobil penabrak itu. Perkelahian pun tidak terelakkan. Satu per satu pemuda-pemuda berandal itu tumbang. Salah satu pemuda mencabut pistol. Dengan tehnik gun disarm nya, Jay berusaha merebut pistol. “Dor!” Suara letusan pistol diiringi pekik tangis istri Jay. Peluru menembus kaca mobil dan merenggut nyawa satu-satunya putra kesayangan mereka. Enam bulan kemudian,istrinya yang depresi pun bunuh diri. Hilang sudah kebahagiaan Jay.
20 tahun telah berlalu sejak hari itu. Memang karir Jay sebagai petarung profesional tetap cemerlang. Bahkan di hari-hari pensiunnya, Jay telah menjalankan beberapa usaha.
Walaupun demikian, sejak hari itu, Jay tidak lagi mengenal kata bahagia dalam hidupnya. Semua harta itu terasa hambar. Ia selalu dilingkupi kegelapan pekat.
“Seandainya aku bisa menahan ego ku”
“Seandainya aku menuruti saran istriku”
“Seandainya aku bisa merelakan kaca spionku…Bahkan aku bisa membeli 10 mobil seperti itu”
“Seandainya waktu bisa diputar kembali”
“Seandainya malam itu aku tidak lewat sana”
“Seandainya nyawaku bisa ditukar dengan nyawa anakku”
Serentetan kata negatif terus membombardir pikirannya. Menciptakan selubung gelap yang mengikatnya. Bayangan hitam yang telah menghantuinya selama 20 tahun.
Kembali ke masa kini, Jay masih duduk diam, larut dalam pikirannya.
“Tidak, aku tidak boleh begini terus. Cukup sudah penyesalanku. Menyalahkan diri sendiri tidak akan menghidupkan kembali anak dan istriku. Sebagai orang biasa wajar aku berbuat salah.Yang penting sekarang aku berani meninggalkan jejak yang lama. Membuka lembaran baru. Melangkah menuju cahaya. Sekarang saatnya aku memaafkan diriku. Aku memaafkan diriku dengan sepenuh hati. Aku…memaafkan diriku…dengan sepenuh hati. “
Entah dari mana, tiba-tiba Jay mendapat sebuah ilham cemerlang. Gagasan yang menghancurkan segala kegelapan yang telah menyelimutinya selama 20 tahun. Beberapa waktu kemudian, Jay menyisihkan sebagian kekayaannya membangun yayasan sosial untuk anak yatim piatu. Yayasan itu sekarang telah memiliki cabang di berbagai negara.
Cerita tersebut adalah cerita fiktif. Namun dalam hidup ini, kita sering menyalahkan dan menghukum diri sendiri atas kesalahan yang pernah kita lakukan. Hidup adalah pilihan. Kita bisa memilih untuk terbenam dalam rasa bersalah seumur hidup, atau belajar memaafkan diri sendiri. Ketika anda bisa belajar memaafkan diri sendiri, rasanya akan begitu lega…dan bahagia :)
“Sebagai orang biasa wajar aku berbuat salah. Yang penting sekarang aku berani meninggalkan jejak yang lama. Membuka lembaran baru. Melangkah menuju cahaya”
Cerita yang menarik mas, hampir setiap orang memiliki penyesalan dimasa lalu..Tapi bukan berarti penyesalan tersebut bisa menjadi tembok penghalang kesuksesan.
BalasHapusNice article,
Ricky
Businessman
saya pernah dapat wejangan dari mentor saya
BalasHapuskesuksesan seseorang tak hanya diukur dari kekuatan fisik semata, namun juga bagaimana ia melupakan kegagalan yang dahulu dan mengobati rasa sakitnya.
saya suka kalimat ini.
nice artikel mas
@ Peluang Bisnis | Ricky :
BalasHapusbetul mas..
berhenti menatap ke belakang dan melangkah menyongsong masa depan yang lebih cemerlang :)
@ candradot.com :
BalasHapusWejangan yang menarik, mas..
tidak semua orang berani melupakan kegagalanya di masa lalu dan membiarkan dirinya sembuh..
mereka yang berani, telah mencapaui salah satu kesuksesan dalam hidupnya..
Semoga wejangan tersebut menjadi pembelajaran bagi kita semua :)
well, ini adalah penyesalan yang terlambat datang. tidak akan bisa kembali lagi untuk memperbaiki.
BalasHapusoleh karena itu, sebaiknya menjaga ego di dalam dirimu. tidak ada gunanya menatap masa lalu. lebih baik menatap masa depan yang cerah.
kembali ke masalah ego, dengan bisa mengendalikan ego. maka bisa menghadapi segala bentuk tantangan
BalasHapussalam action
kirai tadi kisah nyata...
BalasHapustp nice story bro...
@practisee :
BalasHapusBetul, mas...
sebaiknya mengontrol ego baik2 sebelum ego itu menghancurkan kita.. :)
Dan tidak ada gunanya menyesali masa lalu..
@ heru:
BalasHapusbetul mas..
orang yang kuat adalah orang yang mampu mengalahkan dirinya sendiri.. :)
@ Fandhie :
BalasHapushahaha..
mencoba menampilkan sesuatu yang beda aja..
thx bro :)
Allow mas :) mau bilang met pagi nih :)
BalasHapusjika kita sudah pernah berbuat salah ato gagal, jangan sampe jatuh di lubang yang sama
BalasHapus@ Bisnis Online :
BalasHapusPagi juga, mas Bambosi :)
@ candradot.com :
BalasHapusbetul, mas Candra.. :)
Jadikan kegagalan tersebut sebagai pelajaran berharga..
"Sebagai orang biasa wajar aku berbuat salah. Yang penting sekarang aku berani meninggalkan jejak yang lama. Membuka lembaran baru. Melangkah menuju cahaya”
BalasHapuskata yang sangat bijak supaya mengajarkan kita tidak menyesali masa lalu dan menjadikan masa lalu sebagai pengalaman..
kegagalan=berhenti sesaat buat melesat maju ke depan
very good..
@ william eight :
BalasHapusbetul mas..
jadikan kegagalan di masa lalu sebagai pelajaran,,
:)
waduh tak pikir true story mas...
BalasHapusdalam bayanganku tergambar adegan seperti film holywood
ternyata...he...he...
tapi sangat inspiratif mas...
kadang kita tidak sadar betapa berharganya sesuatu milik kita sampai sesuatu tersebut hilang atau lepas meninggalkan kita...
btw saya punya hadiah award untuk mas wellsen nih
bila berkenan silakan diambil ya...
sukses...
trims
@ Iwankus :
BalasHapushahaha
betul mas :)
wah.. makasih :)
akan saya ambil..